Senin, 13 Mei 2024

Datiak.com

Berita Sumbar Hari Ini, Info Terbaru dan Terkini

Nuansa Pemilu 2024 di Sijunjung Dinilai Hambar, tak Banyak yang Kenal Caleg

Ilustrasi pemilihan umum. (Foto: Bing Image Creator)
284 pembaca

Sijunjung | Datiak.com – Nuansa Pemilu 2024 di Sijunjung dinilai hambar. Pasalnya, masyarakat dianggap kebingungan mengenai sosok yang tepat untuk disokong. Baik itu dalam menentukan Calon Anggota Legislatif (Caleg) di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat.

Kontestan politik tampaknya lebih memilih media konvensional atau APK seperti spanduk, baliho, dan pamflet di pinggir jalan atau warung sebagai alat kampanye mereka. Sehingga, informasi mengenai latar belakang, motivasi, dan komitmen para Caleg kurang tersampaikan dengan baik ke masyarakat.

Hanya sebagian kecil dari mereka yang berani turun langsung ke lapangan, menyisakan banyak tanda tanya di benak pemilih. Keadaan semakin kompleks dengan munculnya informasi terbaru mengenai potensi serangan fajar dan pengumpulan dana untuk membeli suara.

Fenomena Pemilu 2024 di Sijunjung itu menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat. Mereka menyarankan perlunya pengawasan ketat dari lembaga-lembaga berkompeten untuk mencegah potensi pelanggaran dalam proses pemilihan.

Seorang aktivis dan tokoh muda di Kabupaten Sijunjung, Edwin Piliang, menggambarkan Pemilu 2024 di Sijunjung sebagai proses demokrasi di daerah yang sedang mengalami kemunduran.

Menurutnya, penyelenggaraan pesta demokrasi seharusnya diimplementasikan sebagai acara rakyat. Kenyataannya, masyarakat tidak merasakan kehadiran Caleg yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT).

Ia menilai bahwa informasi yang disampaikan kepada masyarakat terkait Pemilu 2024 di Sijunjung perlu dimaksimalkan lagi. Menurutnya sosialisasi, pemahaman, dan edukasi politik yang diharapkan, belum mencapai tingkat optimal. Jadi, masih memberikan kesan monoton dan melempem.

“Pesta demokrasi tahun ini terasa hambar dan dingin. Padahal, ini adalah agenda penting yang menentukan arah pembangunan daerah ke depan,” ujar Edwin Piliang.

Ketua LSM KPK Tipikor Kabupaten Sijunjung, Wahyu Damsi, memandang bahwa fenomena itu dapat merusak demokrasi di Kabupaten Sijunjung. Risiko meningkatnya praktik politik uang (money politik) dapat menjadi ancaman serius jika tidak ditangani dengan serius oleh pihak berwenang.

“Masyarakat dapat tergoda untuk memilih Caleg yang memberikan imbalan uang sesuai dengan yang dijanjikan, yang pada akhirnya membahayakan integritas pemilihan,” tegas Wahyu.

Hal itu lantaran ia melihat pada suasana Pemilu 2024 di Sijunjung ini, masyarakat jarang mempertanyakan motivasi, program, dan komitmen yang diusung oleh para calon anggota dewan. Sebaliknya, fokus seringkali tertuju pada kekayaan pribadi calon.

Kondisi itu terntunya berpotensi menciptakan kesan bahwa demokrasi menjadi ajang untuk mengukur keberhasilan finansial, bukan untuk menentukan nasib daerah, bangsa, dan negara ke depannya.

“Situasi ini menunjukkan perlunya perbaikan mendalam dalam sistem demokrasi untuk menjamin partisipasi aktif dan informasi yang transparan bagi masyarakat Sijunjung,” tukasnya. (*)


Adellar Prasetya
Penulis