Senin, 29 April 2024

Datiak.com

Berita Sumbar Hari Ini, Info Terbaru dan Terkini

Catatan Demokrasi untuk Optimisme Pemilihan Umum 2024

Koordinator JPPR Sumbar, Sutan Syarif Hidayat, penulis artikel opini "Catatan Demokrasi untuk Optimisme Pemilihan Umum 2024". (Foto: Ist)
1391 pembaca

Tantangan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yang dihadapi KPU-Bawaslu, sejauh ini berhasil dilalui dengan baik, meskipun menorehkan berbagai catatan demokrasi yang harus dievaluasi untuk menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang, yang dipastikan tantangannya lebih kompleks dengan banyak tahapan yang berbenturan.

Pemilu dan Pilkada merupakan salah satu bentuk perwujudan nilai demokrasi di Indonesia, yang dalam proses penyelenggaraannya sering terdapat dinamika dan keunikan yang berbeda di setiap momentnya. Evaluasi dan catatan pemantauan JPPR Sumbar diharapkan menjadi modal membangun optimisme anak bangsa dalam mempersiapkan diri menyongsong Pemilihan Umum 2024.

Catatan Pemilu 2019

Catatan demokrasi Penting adalah perihal keserentakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Desain keserentakan Pemilu didasari oleh sebuah fakta bahwa Indoensia meganut sistem pemerintahan presidensial, yang menempatkan presiden sebagai single chief executive, kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dalam formulasi kebijakan memerlukan dukungan legislatif sebagai konsekuensi separation of power antara eksekutif dan legislatif sebagai kuasa legislasi.

Maka diperlukan desain keserentakan dimana pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan dalam waktu yang bersamaan.  Karena ketika adanya keterpisahan waktu pemilihan legislatif dan presiden, dianggap menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya perolehan kursi dukungan prpol pengusung presiden terpilih. Keserentakan diyakini mampu mendorong linieritas pilihan pemilih untuk memberikan suaranya kepada parpol pendukung presiden yang ia pilih.

Pemilu dengan lima surat suara juga menyimpan dinamika tersendiri. Pusat perhatian pemilih lebih besar tertuju kepada pemilu presiden, dibandingkan dengan pemilu legislatif. Benar angka partisipasi pemilih menggunakan hak pilih di TPS secara nasional naik menjadi 81%, Uniknya, terjadi kesenjangan suara tidak sah yang cukup tinggi antara pemilu presiden dengan pemilu DPR, DPD, dan DPRD.

Surat suara tidak sah pemilu presiden berjumlah 2,38% dari total participant atau setara dengan 3,7 juta. Sedangkan pemilu DPR mencapai angka 17,5 juta dan pemilu DPD sampai 29,7 juta. Paling tidak terdapat dua faktor yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Pertama, kampanye pemilu presiden dan wakil presiden lebih dominan dibandingkan kampanye pemilu legislatif. Kedua, faktor desain sistem pemilu serentak kombinatif berdampak pada teknis pemilihan yang membuat pemilih kebingungan.

Catatan demokrasi berikutnya adalah fenomena banyaknya petugas KPPS yang meninggal. 440 petugas yang meninggal dunia tampaknya menjadi jumlah korban tewas terbanyak dalam sejarah pesta demokrasi di negara damai dan bahan tidak terdapat konflik besar.

Kompleksitas penyelenggaran Pemilu serentak, menuntut menguras banyak tenaga dan mental KPPS, hal ini terjadi, setidaknya disebabkan oleh Proses rekrutmen yang terbilang menggampangkan persyaratan kesehatan KPPS, aturan dua periode, bimbingan teknis yang tidak maksimal karena banyaknya jumlah KPPS yang harus dilatih, banyaknya petugas KPPS yang usianya diatas 40 tahun, simulasi pungut hitung yang tidak optimal, hingga masalah logistik yang yang terlambat dan persoalan psikologis pemilih menghadapi tensi politik akibat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Catatan Pilkada 2020

Gelaran Pemilu 2020 juga mengalami dinamika yang sangat menarik, Pilkada serentak yang keempat kalinya diselenggarakan di Indonesia itu, rencanaya dijadwal pada tanggal 23 September 2020. Namun wabah Covid-19 memaksa penundaan tahapan hingga 9 Desember 2020.

Pilkada disaat Wabah Covid-19 menimbulkan kritikan dari berbagai kalangan masyarakat sipil di Indonesia. Beragam tanggapan dilontakan, dinilai tidak peka terhadap krisis, dikhawatirkan menjadi klaster penyebaran Covid-19 besar akibat potensi pelanggaran protokol kesehatan di TPS, bahkan desakan agar Pilkada ditunda hingga wabah covid berakhir.

Untuk memayungi kondisi itu, KPU menerbitkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam kondisi bencana non-alam, yang mewajibkan berbagai pihak menerapkan protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada, meski penerapan protokol kesehatan mengalami perdebatan, soal tumpang tindih regulasi dalam penindakan pelanggaran protokol kesehatan.

Dalam Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, melalui PPDP, KPU memulai mensosialisasikan penerapan Protokol Kesehatan dengan menggunakan APD lengkap, sehingga masyarakat mendapat optimisme, bahwa Pilkada di saat pandemi, dapat dilaksanakan dengan penerapan protocol kesehatan yang ketat.

Meski dihadapkan dengan kondisi penyelenggara dan pemilih tidak mentaati protokol kesehatan itu sendiri, yang muncul karena faktor ketidak-pedulian terhadap bahaya Covid-19, ketidak-tahuan masyarakat tentang protokol kesehatan, APD yang disediakan kurang nyaman untuk digunakan bahkan dirasa menghambat pekerjaan.

Pada tahapan pencalonan Pilkada di masa Pandemi, KPU mengatur berbagai hal yang harus diperhatikan penyelenggara dan pasangan calon seperti, memastikan dokumen pencalonan disemprot menggunakan cairan disinfektan, Petugas penerima dokumen mengenakan APD berupa masker dan sarung tangan sekali pakai, pasangan calon dan pimpinan parpol yang datang dalam kondisi Negatif Covid, membatasi jumlah orang yang datang saat mendaftar, menghindari jabat tangan atau kontak fisik lainnya, kewajiban membawa alat tulis masing-masing, dan tempat pendaftaran harus menyediakan sarana sanitasi yang memadai.

Masa kampanye Pilkada juga menorehkan catatan demokrasi yang menarik. Kampanye mengalami penyesuain aturan secara signifikan, seperti mengakomodir kampanye daring, peniadaan kampanye rapat umum, pembatasan jumlah peserta kampanye tatap muka dan debat kandidat, dan penerapkan protokol kesehatan selama kampanye.

Pada tahapan pungut hitung, juga mengalami adabtasi, penerapan protokol kesehatan di TPS diantaranya mengoperasikan thermos-gun, skala luas TPS bertambah dari biasanya, physical distancing di ruang tunggu dan di dalam TPS, penempatan bilik suara khusus di luar TPS dan penggunaan APD oleh penyelenggara dan pemilih di TPS.

Yang menarik adalah terjadinya penyesuaian nama formulir pemilihan yang digunakan selama Pilkada 2020, seperti C1-KWK yang diganti dengan C- Hasil, adanya formulir C-Hasil Salinan, C- Kejadian Khusus, C- Pendamping, C-Pemberitahuan, dan C-Daftar Hadir.  Formulir Daftar hadir yang digunakan pada Pilkada di masa pandemi, sudah lengkap berisi nama dan elemen data Pemilih DPT, sehingga pemilih tinggal membubuhkan tanda tangan saja, menggunakan pena yang dibawa dari rumah, sehingga interaksi di TPS meminimalisir terpapar Covid-19.

Perubahan nama dokumen pemilihan, untuk mempermudah penyelenggara adhock dalam melaksanakan tugasnya. Penyelenggara adhock dengan sangat mudah mengenali formulir yang digunakan untuk mencatat hasil pemilihan, sehingga meminimalisir kesalahan pencatatan pemilihan dan dapat dipertanggung jawabkan.

Mutakhir, Pilkada 2020 juga melahirkan Sirekap, suatu perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil Penghitungan Suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil Penghitungan Suara Pemilihan dan dioperasionalkan oleh KPPS dengan menggunakan smartphone. Aplikasi mudah itu sukses digunakan pada 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada, meski berbagai wilayah tersebut, masih ada belum terjangkau sinyal seluler.

Berbagai catatan demokrasi dan dinamika pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang terdahulu, menjadi pengalaman berharga dan alasan bagi kita semua untuk optimis menatap helat Pemilihan Umum 2024. Bangsa ini telah melewati pemilu dengan berbagai rintangan dan tantangan pada segala kondisi zaman dan keadaan dan semua dilalui dengan baik, dan penulis yakin, atas dasar pengalaman dan catatan demokrasi telah tertoreh, Pemilihan Umum 2024 akan terselenggara dengan jujur, adil dan berintegritas. Semoga. (*)


Artikel opini ini ditulis oleh Sutan Syarif Hidayat, SE (Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sumatera Barat)


Tim Redaksi
Penulis