Safaruddin Dt Bandaro Rajo Berkisah Sempat Putus Sekolah
Tak ada yang dapat mempredisi apalagi mengetahui masa depan. Sebab takdir sudah digariskan oleh Sang Pencipta. Contohnya Safaruddin Dt Bandaro Rajo. Meskipun lahir dari keluarga miskin sehingga ia sempat putus sekolah karena impitan ekonomi, Safaruddin kini jadi tokoh kenamaan di Kabupaten Limapuluh Kota. Seperti apa ceritanya?
Safaruddin Dt Bandaro Rajo yang populer disapa Datuak Safar, lahir di Nagari Baruah Gunuang, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Limapuluh Kota, 28 Agustus 1957 silam. Putra pasangan suami-istri Jamarin dan Zahara ini, semasa kecilnya hidup dalam lingkaran kemiskinan.
Namun, ia memiliki motivasi besar dalam hidupnya. Yakni bisa membantu orang lain. “Saya, berasal dari keluarga tidak mampu. Bercita-cita suatu saat bisa membantu orang. Karena sewaktu sekolah, orang yang membantu saya,” ucap Datuak Safar.
Masa kecil yang begitu pahit, membuat Datuak Safar pernah diimpikan orangtuanya menjadi guru. “Orangtua saya berdoa, agar saya menjadi guru. Karena, semasa saya kecil, profesi guru tidak hanya mulia, tapi sejahtera. Cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ucapnya.
Perjuangan Pilu
Untuk mewujudkan harapan orang tuanya menjadi guru, Datuak Safar setelah tamat SD, langsung mendaftar ke sekolah guru agama yang semasa itu disebut sebagai PGA di Danguang-Danguang, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota.
Jarak dari sekolah ke rumahnya yang mencapai 30 kilometer, membuat Datuak Safar tinggal di Danguang-Danguang. Tapi bila akhir pekan datang, ia berjalan kaki ke Baruah Gunuang, untuk menjemput perbekalan. Tidak jarang, ia kemalaman, sehingga menumpang tidur di rumah teman.
“Waktu itu, sarana transportasi ke kampung saya sulit. Masyarakat harus berjalan kaki, melewati banyak pendakian. Saya yang pulang tiap pekan, sering kemalaman di jalan dan menumpang di rumah teman. Terkadang, saya kembali ke sekolah dengan tangan kosong, karena tak ada bekal dapat dibawa dari rumah,” kata Safaruddin Dt Bandaro Rajo.
Walau begitu, Datuak Safar tidak patah arang. Ia yakin, pohon yang besar lahir dari biji yang kecil. Sepanjang ada niat untuk kebaikan, Allah pasti menunjukkan jalan. Maka, Datuak Safar pun terus menuntut ilmu di PGA. Sayang, setelah tamat, ia tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
“Orang tua tak mampu, membuat saya putus sekolah. Tapi saya tidak kecewa kepada mereka. Saya yakin, mereka sudah berusaha, agar anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak. Hanya saja, keberuntungan kadang belum berpihak, apalagi saat itu kami jauh dari akses informasi,” kata Datuak Safar.
Pengembala Kerbau
Walau putus sekolah, tapi Datuak Safar tetap yakin, dunia belum kiamat. Sambil membantu orangtuanya bertani dan mengembalakan kerbau, Datuak Safar belajar secara autodidak. Ia terus membaca apa saja yang ditemukannya di Nagari Baruahgunuang, mulai dari buku, sampai koran dan majalah bekas.
“Sejak kecil sampai sekarang, saya hobi membaca apa saja. Karena saya yakin, dengan membaca, cakrawala kita menjadi bertambah,”katanya. Keyakinan Datuak Safar itu terbukti adanya. Walau hanya seorang gembala kerbau di Nagari Baruahgunuang, tapi ia tumbuh sebagai anak muda yang cerdas, pandai berdiplomasi, dan berkarakter.
Ini membuat warga dan tetua di Nagari Baruahgunuang yang sejak dulunya suka mengkader anak-anak muda karena percaya masa depan negeri ada di tangan kawula muda, mulai melibatkan Datuak Safar, dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Alhasil, pada 1980, untuk kali pertama dalam hidupnya, Datuak Safar mewakili Kabupaten Limapuluh Kota, dalam kegiatan pendidikan kilat generasi muda islam tingkat Sumbar.
“Waktu itu, banyak pemuda ikut seleksi, termasuk para sarjana, tapi Safar yang lolos mewakili Limapuluh Kota,” kata Datuak Safar. Sejak itu pula, Safaruddin Dt Bandaro Rajo mulai tertarik menyelami dunia-sosial kemasyarakatan.
Awalnya, ia menjadi pekerja sosial di Nagari Baruah Gunuang. Kemudian terpilih sebagai Ketua Forum Komunikasi Pekerja Sosial Limapuluh Kota. “Saya baru berhenti jadi ketua forum ini, setelah Gus Dur (Presiden Abdurrahman Wahid), membubarkan Depsos,” ucapnya.
Jadi Kepala Desa
Keasyikan sebagai pekerja sosial dan pengurus Karang Taruna, membuat Safar mulai tertarik, untuk masuk dalam sistem pemerintahan. Pada 1981, ia terjun sebagai Sekretaris Nagari Baruah Gunuang. Setahun kemudian, seiring dengan lahirnya desa di Sumbar, Datuak Safar dipercaya warga Baruah Gunuang menjadi kepala desa.
“Saya menjadi kepala desa (kini wali nagari, Red), dua periode. Dari 1983 sampai 1993. Pemilihan kepala desa waktu itu juga sudah langsung. Saat menjadi kepala desa, banyak kenangan yang tak bisa saya lupakan. Seperti berjalan kaki dari Baruah Gunuang ke Kototinggi yang jaraknya 15 kilometer dan berbagai dinamika lain yang tak elegan saya sebutkan,” kata Datuak Safar.
Saat menjadi kepala desa pula, Datuak Safar mulai menyadari, pentingnya pendidikan formal. Dia pun, menjadi warga belajar Kejar Paket C. “Saya tidak gengsi. Saya tamat paket C di Bukittinggi,” ucapnya.
Melangkah ke Parlemen
Setelah menjadi kepala desa, Datuak Safar yang mulai aktif di Partai Golkar sejak 1982, mencoba menjadi caleg pada Pemilu 1992.
Nasib baik, ia terpilih. Sejak itu, karir politik bekas petani tembakau ini melejit bak mercusuar. Pada Pemilu 1997, ia terpilih lagi. Galodo reformasi yang memaksa Pemilu digelar pada 1999, tetap mengantar Datuak Safar sebagai anggota DPRD sampai 2004.
Pada Pemilu 2004, Datuak Safar yang saat itu tercatat sebagai Wakil Ketua DPD Golkar Limapuluh Kota, memilih tak ikut lagi sebagai caleg. Dia banting stir ke dunia usaha, dengan memimpin CV Permata Gunung dan Toko Permata Tekstil.
“Toko Permata Tektil itu berada di Bukittinggi, sehingga membuat saya harus bolak-balik Payakumbuh-Bukittinggi. Selam bolak-balik itulah, saya mengambil pendidikan sarjana hukum. Alhamdulillah, anak kampung yang tamat Paket C ini, kemudian jadi sarjana hukum,” katanya.
Pada Pemilu 2009, dengan sistem suara terbanyak, Datuak Safar kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPRD. Tak dinyana, ia meraup 3.632 suara. Tertinggi dari seluruh caleg. Setelah caleg terpilih dilantik, Datuak Safar menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD.
Rekor peraih suara terbanyak dalam Pemilu 2009, kembali dipegang Datuak Safar dalam Pemilu 2014. Waktu itu, Safar meraih 3.124 suara. Dia juga berhasil mengantarkan Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu. Sehingga, Kursi Ketua DPRD Limapuluh Kota pun, diembang Datuak Safar dari 2014 sampai 2019.
Pada 2019, Datuak Safar maju sebagai calon anggota DPRD Sumbar dari Dapil Payakumbuh dan Limapuluh Kota. Meski tidak lagi memegang rekor suara terbanyak (karena rekor suara terbanyak untuk pemilihan DPRD Sumbar di dapil ini pada Pemilu 2019 dipegang Darman Sahladi, Red), namun Datuak Safar terpilih menjadi anggota DPRD.
Selangkah Menangi Pilkada
Proses penghitungan suara dalam Pilkada Limapuluh Kota 2020 memang masih berlangsung. Namun, dari berbagai data yang ada, sudah hampir dipastikan Datuak Safar yang maju didampingi Rizki Kurniawan Nakasri atau RKN, bakal ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Lantas, apa komentar Datuak Safar setelah proses pemungutan suara selesai?
“Pertama sekali, kita tentu bersyukur kepada Allah. Sekaligus berterima kasih kepada masyarakat Limapuluh Kota yang sudah menggunakan hak pilih. Pemilu sudah berjalan aman, damai, dan sehat. Jadi, kalau hasil sementara, menurut C-1 yang kita miliki, secara de facto, kita sudah terpilih. Cuma, kita sedang menunggu secara de jure, keputusan pleno KPU tentang penetapan paslon terpilih,” kata Datuak Safar.
Merajut Kekompakan
Dalam kesempatan itu, ia pun mengajak masyarakat untuk melupakan nomor urut dalam Pilkada 2020. “Kepada masyarakat, kami sampaikan, kita sekarang tidak lagi bicara nomor urut 1, 2, 3, dan 4. Mari, kembali ke aktivitas masing-masing. Proses demokrasi sudah berlangsung,” ajaknya.
Politisi senior Partai Golkar ini juga mengajak seluruh pendukung, simpatisan, relawan, dan tim pemenangan Safari (Safar-Rizki) dalam Pilkada 2020, agar menghilangkan wasangka dan curiga-mencurigai. “Bahwa, proses demokrasi itu, memang seperti itu. Biduak lalu, kiambang batawuik. Kita dukung bersama-sama, siapa yang ditetapkan oleh KPU. Siapa yang dilantik nanti, itulah bupati dan wakil bupati kita,” kata Datuak Safar.
Bukan itu saja, Datuak Safar juga mengajak seluruh pasangan calon (paslon) yang menjadi kontestan Pilkada Limapuluh Kota 2020, untuk bersama-sama membangun daerah ini. “Kepada seluruh keempat paslon, mari kita bersatu kembali, untuk membangun Limapuluh Kota yang maju,” ujar Datuak Safar.
“Pilkada 2020 ini, merupakan pemilihan langsung ke-9 kali yang saya ikuti. Saya ikut pemilihan kepala desa dua kali, pemilihan DPRD Limapuluh Kota 5 kali, dan pemilihan bupati satu kali. Alhamdulillah, semuanya menjadi (berhasil, Red),” ungkapnya. (da.)