Peternak Ayam di Padangpariaman “Kritis”, Harga Telur bakal Naik?
Padangpariaman | Datiak.com – Satu per satu peternak ayam di Padangpariaman mulai gulung tikar. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Koperasi Rancak Basamo, Refinaldi, di kantor koperasinya di Kapalohilalang, kemarin (21/5). Mereka mengaku tak sanggup menggerakkan usaha, lantaran harga pakan ayam yang terus naik sejak Januari 2021.
“Setiap bulan harga pakan ayam itu selalu naik Rp 15 ribu. Bulan depan kabarnya masih akan naik,” ujar Ketua Koperasi Rancak Basamo, Refinaldi, di kantor koperasinya di Kapalohilalang, kemarin (21/5).
Pertengahan tahun lalu, lanjutnya, harga pakan ayam siap Rp 280 ribu. Sekarang, harganya sudah Rp 360 ribu per karung 50 kilogram. Sedangkan pakan ayam adukan, naik dari Rp 308 ribu menjadi Rp 475 ribu per karung 50 kg.
“Jika dikalkulasikan, peningkatan harga pakan ayam sejak Januari-April 2021 saja sudah mencapai 75 persen. Sehingga, kami para peternak mengalami kerugian yang sangat besar,” ujar ketua koperasi yang menghimpun sejumlah peternak ayam di Padangpariaman tersebut.
Dampak terparah karena kondisi tersebut, sejumlah peternak ayam yang tergabung di koperasi yang dipimpinnya memilih menutup usaha. Sedangkan anggota kelompok lainnya, sekarang secara perlahan menjual ayam mereka.
“Semakin banyak ayam, tentu akan semakin tinggi kebutuhan pakannya. Bulan kemarin saja, rata-rata kami merugi Rp 5 juta untuk menutupi biaya pakan ayam,” ungkap pria yang akrap disapa Refi tersebut.
Mahalnya pakan ayam, imbuhnya, belum membuat para peternak ayam petelur terpikir menaikkan harga telur. Terlebih kondisi saat ini, Sumatera Barat terbilang surplus telur. Hal itu lantaran telur di Payakumbuh dominan juga dijual di dalam Sumbar. “Harga telur belum terpengaruh sampai sekarang,” hematnya.
Solusi
Jalan satu-satunya untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami peternak ayam di Padangpariaman, bahkan Indonesia umumnya, menurutnya dengan bantuan pemerintah menstabilkan harga jagung. Pihaknya menduga harga pakan ayam terus naik, karena monopoli jagung lokal yang dilakukan perusahaan skala besar.
“Sekarang jagung-jagung lokal itu dibeli mahal semuanya oleh pabrik-pabrik besar. Sehingga, petani jagung pun tidak lagi mau menjual jagungnya kepada peternak ayam,” hematnya.
“Kami bukannya ingin harga jagung diturunkan, namun ingin pemerintah mengatur stabilitas. Jadi, roda ekonomi berjalan seimbang,” imbuhnya.
Seharusnya, menurut Refi pemerintah mengeluarkan regulasi agar industri besar mengutamakan pemenuhan kebutuhan jagungnya dengan cara impor. Sehingga, mereka tidak bisa memonopoli jagung lokal, yang berujung merugikan usaha kecil.
“Ini sebenarnya permasalahan nasional. Saya sudah diskusi juga via WhatsApp dengan sejumlah teman-teman peternak ayam di Jawa, mereka juga mengeluhkan hal ini. Sekarang, mereka juga sedang mendorong pemerintah membuat kebijakan agar industri besar tidak memonopoli jagung lokal,” ungkapnya.
Hanya saja, katanya di Sumbar gerakan tersebut belum dilakukan para peternak ayam. Untuk itu, pihaknya berencana untuk audiensi dengan Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy, terkait permasalahan tersebut.
“Kami memilih audiensi dengan pak wagub, karena beliau juga pengusaha peternakan ayam. Harapan kami, pak wagub bisa sampaikan aspirasi agar pemerintah melakukan impor jagung untuk kebutuhan industri besar tersebut,” tukas Refi.
Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy yang dihubungi via WhatsApp pribadinya, berjanji bakal berusaha meluangkan waktu untuk audiensi dengan peternak ayam di Padangpariaman tersebut. Namun, Audy tidak memberikan jawaban ketika ditanyai apakah Pemprov Sumbar sebelumnya sudah membahas soal kenaikan pakan ayam atau harga jagung. (da.)
