Jumat, 29 Maret 2024

Datiak.com

Berita Sumbar Terbaru Hari Ini dan Info Terkini

Masa Kampanye di Pemilu 2024 Selama 90 Hari, Bisakah?

Anton Ishaq (kiri), penulis artikel opini dengan judul "Masa Kampanye di Pemilu 2024 Selama 90 Hari, Bisakah?". (Foto: Bawaslu Padangpariaman)
270 pembaca

Menjelang Pemilu 2024, semua pemangku kepentingan berupaya memberikan pandangan dan masukan. Salah satunya waktu atau lama masa kampanye di Pemilu 2024 mendatang. Pendapat ini mengurai tentang berapa lamakah waktu ideal untuk diterapkan pada pesta demokrasi di tahun 2024 tersebut.

UNTUK menentukan masa kampanye di Pemilu 2024 yang lebih efektif, pemangku kepentingan dari pemerintahan telah mengeluarkan pandangannya. Hal itu disampaikan lewat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi II-nya. Kesimpulannya, masa kampanye di Pemilu 2024 yang paling efektif yaitu selama 90 hari. Pandangan di Komisi II DPR RI memang bervariasi. Ada yang menilai masa kampanye efektifnya 75-90, ada juga yang memandang cukup 60 hari saja.

Namun, intinya diharapkan tidak mencapai 120 hari, sebagaimana usulan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Komisi II DPR RI menyampaikan pandangan tersebut, melihat belum adanya kepastian terkait kondisi pandemi Covid-19. Pasalnya, berbagai varian Covid-19 justru semakin lama semakin meningkat eskalasinya di Indonesia.

Sedangkan dari sisi pemerintah, dalam rapat kerja bersama pada Januari 2022, Kemendagri memberikan masukan bahwa masa kampanye di Pemilu 2024 yang paling efektif yaitu selama 90 hari. Masukan yang disampaikan langsung oleh Mendagri Tito Karnavian ini, tentunya mempunyai basis argumen jelas. Salah satunya kekhawatiran terjadinya pembelahan di masyarakat. Sebab, selain penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), pemerintah berkewajiban juga menjaga kelancaran serta kesuksesan, sekaligus keamanan di masa kampanye.

Tampaknya, pemerintah telah me-review kembali pelaksanaan masa kampanye pada Pemilu 2019, yang berlangsung selama 6 bulan lebih. Kesimpulannya, banyak sekali muncul friksi-friksi di dalam lapisan masyarakat. Misalnya pendukung yang saling mengejek. Ditambah lagi, bergulirnya disinformasi yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab, dalam memproduksi isu hoaks, sehingga dapat merugikan peluang kontestan. Alhasil, kondisi tersebut memantik api permusuhan antar pendukung. Baik itu dalam kontestasi pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).

Untuk itu, sekarang pemerintah mencarikan solusi, agar masa kampanye di Pemilu 2024 yang 90 hari dapat dilakukan oleh KPU. Mungkin dengan memaksimalkan keberadaan teknologi komunikasi media maupun media sosial. Maka, tool yang dapat dipakai oleh para kontestan dalam Pemilu 2024, bisa dilakukan melalui pertemuan virtual tanpa harus melakukan pertemuan secara fisik dengan masyarakat yang memilih.

Kemudian, alat peraga kampanye yang dipasang oleh para calon pileg/pilpres, dapat dibatasi jumlahnya. Lalu, digantikan dengan aplikasi-aplikasi berbasis teknologi digital, dalam rangka memperkenalkan diri, termasuk memasarkan ide, gagasan, serta program-program para calon kepada masyarakat pemilih.

Skema KPU

Apabila kita melakukan perbandingan lama masa kampanye dari pemilu ke pemilu, sejauh ini tidak ada yang sama. Pada Pemilu 2014, waktu kampanye berlangsung 15 bulan. Yakni dari 11 Januari 2013 hingga 5 April 2014. Lalu di Pemilu 2019, KPU hanya menetapkan masa kampanye di Pemilu 2024 selama 6 bulan 3 minggu. Waktu itu berlangsung dari tanggal 23 September sampai 13 April 2019. Kini, dalam draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dibuat masa kampanye di Pemilu 2024 selama 120 hari, atau lebih kurang 4 bulan.

Jika dibandingkan dengan masa kampanye Pemilu 2019, pada skema untuk Pemilu 2024 mendatang, KPU RI beserta jajaranya tampaknya telah melakukan rasionalisasi dengan memangkas lamanya waktu kampanye sebanyak 2 bulan. Intinya, permintaan atau usulan KPU terhadap masa kampanye di Pemilu 2024 selama 120 hari tersebut, tentunya berdasarkan kajian serta riset yang mendalam.

Seperti diketahui, pada masa kampanye ada beberapa irisan tahapan. Di antaranya penyelesaian sengketa proses, dimana pihak termohonnya adalah KPU itu sendiri. Lalu lelang, produksi dan distribusi logistik. Kendala distribusi logistik merupakan kendala yang bisa dibilang rutin di setiap pemilu. Kendala dan hambatan distribusi logistik, umumnya terjadi di daerah terluar dan terisolir. Selain itu, keadaan cuaca seperti hujan dan yang bersifat force majeur.

Jadi, sebenarnya dari kalkulasi KPU terhadap tahapan yang beririsan dengan masa kampanye di Pemilu 2024 ini, perhitungannya dibutuhkan waktu selama 164 hari. Di mana untuk sengketa proses butuh 38 hari, dan 126 hari lagi untuk logistik.

Sisi Bawaslu

Di dalam Pasal 276 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa “Kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 Ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk pemilu presiden dan wakil presiden sampai dengan dimulainya masa tenang”.

Dalam pasal di atas, tidak ada mengatur ketentuan secara jelas tentang lamanya waktu kampanye. Makanya, tidak ada dasar serta rujukan yang baku bagi penyelenggara dalam hal ini KPU, untuk mematok berapa lama waktu masa kampanye di Pemilu 2024. Setelah KPU menetapkan dengan surat keputusan tentang Daftar Calon Tetap (DCT), maka Partai Politik (Parpol) maupun calon terkait yang merasa dirugikan akibat dikeluarkannya Surat Keputusan KPU tadi, akan mengajukan sengketa kepada Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota.

Adapun lamanya waktu yang diperlukan oleh Bawaslu di segala tingkatan untuk menyelesaikan sengketa antara pihak pemohon (parpol dan calon) dengan KPU sebagai pihak termohon. paling lama 12 hari kerja. Kalau sengketa ini hanya selesai di tingkat mediasi, maka waktu yang dibutuhkan tidaklah terlalu lama. Namun, apabila dalam tahap mediasi tidak selesai, maka pihak yang bersengketa akan lanjut dengan proses persidangan di Bawaslu (adjudikasi).

Bahkan, jika pihak pemohon (parpol dan calon) tidak puas juga dengan putusan Bawaslu, mereka masih bisa melakukan upaya administrasi melalui pengajuan permohonan koreksi putusan selama 1 hari kerja. Bawaslu memiliki waktu paling lama 2 hari kerja sejak permohonan pemohon diregister, untuk menerbitkan hasil koreksi. Apabila pihak pemohon masih tidak puas dengan hasil putusan di Bawaslu, maka paling lama 5 hari kerja setelah dibacakan putusan, mereka dapat mengajukan sengketa proses pemilu di PTUN dan PTUN. Selama 22 hari waktu penyelesaian putusan di TUN ditindaklanjuti oleh KPU.

Bawaslu tidak bisa menerka berapa banyak sengketa proses yang didaftarkan oleh peserta pemilu. Bisa saja, dalam sehari terdapat 2 peserta pemilu yang mendaftar. Sebelum proses sengketa ini selesai, maka KPU tidak akan bisa mencetak surat suara. Pasalnya, hasil sengketa proses ini berkorelasi dengan surat suara pemilihan yang akan dicetak KPU.

Visi Bersama

Perbedaan pandangan antara pemerintah, termasuk DPR dengan KPU RI dalam penentuan lamanya masa kampanye di Pemilu 2024, harus cepat dituntaskan. Diperlukan pertemuan lebih lanjut untuk mengagregasi seluruh pandangan menjadi satu keputusan.

Regulasi yang dipakai untuk pemilu mendatang, masih Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Sedikit banyaknya, UU ini mampu memberikan literasi serta jawaban terhadap kendala, tantangan dan kesuksesan pemilu sebelumnya, untuk dijadikan refleksi bersama. Termasuk dalam menentukan berapa lama  idealnya masa kampanye di Pemilu 2024.

120 hari maupun 90 hari, bisa saja dilaksanakan asal tidak bertubrukan dengan ketentuan undang-undang dan konstitusi yang mengatur tentang kepemiluan. Mencari opsi terbaik dari yang paling baik itu yang terpenting. Termasuk melakukan pertemuan antara penyelenggara di tingkat pusat dengan seluruh pemangku kepentingan yang ada di level nasional. Semoga penetapan masa waktu kampanye 2024 ini bisa ditemukan solusinya.

Kalau perlu, KPU melakukan simulasi ulang dengan menyampaikan beberapa variabel yang dianggap penting kepada pemerintah maupun DPR RI. Sebagaimana kita pahami bersama, penyelenggaraan pemilu tidak dapat mengabaikan pemerintah, dan pemerintah tentu tidak bisa pula meninggalkan penyelenggara. (***)


Atikel opini ini ditulis oleh Anton Ishaq (Ketua Bawaslu Kabupaten Padangpariaman)


Baca berita Padangpariaman hari ini di Datiak.com.

hasnul uncu wartawan datiak
Hasnul Uncu
Penulis