Rabu, 8 Mei 2024

Datiak.com

Berita Sumbar Hari Ini, Info Terbaru dan Terkini

Kekerasan pada Anak Melonjak 15 Persen Selama Pandemi

Peserta seminar sehari “Mengenal Lebih Dekat Kekerasan pada Anak” yang digelar dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unand via zoom meeting, baru-baru ini. (Foto: Istimewa)
480 pembaca

Padang | Datiak.com – Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kekerasan pada anak (child abuse) biasanya dilakukan orang asing atau orang tidak dikenal, namun kenyataannya kekerasan pada anak lebih banyak terjadi di lingkungan keluarga atau orang terdekat anak.

Menyusul, terjadi peningkatan kejadian kekerasan pada anak sebesar 15 persen selama pandemi Covid-19. Kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat yang menyebabkan orangtua harus bekerja dari rumah. Ditambah lagi menemani kegiatan belajar anak di rumah. Hal inipun meningkatkan beban emosional orangtua. Secara tidak sadar, orangtua kerap memarahi anak, mencubit, dan lainnya.



Kondisi tersebut tentunya menjadi salah satu pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Seperti terungkap dalam seminar sehari “Mengenal Lebih Dekat Kekerasan pada Anak” yang digelar dosen Fakultas Kedokteran (FK) Unand via zoom meeting, baru-baru ini. Seminar ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai jenis kekerasan terhadap anak, baik fisik, psikis, maupun seksual.

Kegiatan yang diikuti 154 peserta dari kalangan guru-guru dan orangtua/wali murid dari berbagai daerah ini, dibuka oleh Dekan FK Unand. Empat materi menarik disampaikan dalam semina tersebut. Pertama menyangkut “Deteksi Dini dan Mengenali Tanda-Tanda Child Abuse” oleh dr Westi Permata Wati.

Meteri kedua soal “Dampak Psikologis Anak yang Mengalami Child Abuse”, yang disampaikan oleh Septi Mayang Sarry MPsi Psikolog. Lalu terkait “Penanganan bagi Anak yang Mengalami Child Abuse” oleh dr Noverika Windasari SpFM. Materi terakhir dari Dr dr Satya Wydya Yenny SpKK(K) FINSDV FAADV, menyangkut “Bahaya Seksual Abuse pada Anak”.

Septi Mayang Sarry menyebutkan, bahwa memarahi, mencubit, dan tindakan sejenis juga termasuk kekerasan pada anak. Dia mengimbau orangtua/guru dapat lebih sabar dalam menghadapi anak/murid agar tidak menyebabkan gangguan psikologis pada anak.

Untuk kasus berat dan sudah terjadi gangguan psikologis, Septi merekomendasikan orangtua berkonsultasi dengan psikolog/psikiater di rumah sakit terdekat. Pada sesi diskusi, seorang peserta menanyakan cara pelaporan jika melihat kekerasan pada anak.

Ahli forensik Noverika Windasari, mengatakan bahwa kekerasan pada anak seringkali datang terlambat. Penyebabnya kekhawatiran dan ketidakpahaman masyarakat dalam melaporkan ke pihak terkait. Iapun berharap, siapapun yang melihat seorang anak mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran, hendaknya segera membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan komprehensif (penanganan medis, psikologis, dan hukum).




“Masyarakat juga diminta segera melapor, baik ke pihak kepolisian, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak, atau LSM perlindungan anak untuk bantuan pendampingan,” imbaunya.

Sementara itu, Satya Wydya Yenny yang mewakili panitia, menyebutkan bahwa seminar daring ini wujud integritas dosen FK Unand yang tidak hanya berkewajiban mendidik mahasiswa, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam rangka berpartisipasi melindungi anak-anak Indonesia dari tindak kekerasan.

Menurut rencana, webinar direncanakan terus dilakukan secara berkala dengan berbagai topik menarik lainnya yang berkaitan erat dengan kehidupan di masyarakat sehari-hari. Kegiatan berikutnya berupa webinar kepada guru dan orangtua dengan topik “Healthy Life for School Aged Children” direncanakan digelar tanggal 6 November 2021 mendatang. (da.)


Baca berita Kota Padang hari ini di Datiak.com.

Tim Redaksi
Penulis