Jumat, 17 Mei 2024

Datiak.com

Berita Sumbar Hari Ini, Info Terbaru dan Terkini

Ideal Daftar Pemilih (yang) Berkelanjutan

Ory Sativa Syakban, penulis artikel opini dengan judul "Ideal Daftar Pemilih (yang) Berkelanjutan". (Foto: KPU Padangpariaman)
569 pembaca

Catatan sejarah pemutakhiran daftar pemilih di Indonesia, Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) bukan sesuatu yang baru, namun aktual untuk diimplementasikan secara serius. Pasal 14, 17 dan 20 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu, mewajibkan KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota melaksanakan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan.

PEMUTAKHIRAN Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) merupakan upaya memperbaharui data pemilih berdasarkan DPT pemilu atau pemilihan terakhir, dan telah disinkronisasikan dengan data kependudukan secara nasional. Pasca Pemilu 2019, KPU melaksanakan PDPB dengan tujuan memelihara, memperbaharui, dan mengevaluasi daftar pemilih secara terus menerus dan berkelanjutan. Tujuannya untuk mempermudah proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih pemilu berikutnya.

Pelaksanaan PDPB harus mampu menyediakan informasi pemilih yang komprehensif, akurat dan muktahir. Daftar pemilih komprehensif menggambarkan informasi pemilih yang lengkap dan luas, memuat seluruh data WNI dimanapun berada yang memenuhi persyaratan, dan diakomodir menjadi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara.

Daftar pemilih muktahir menggambarkan kondisi realtime pemilih yang terus menerus diperbaharui. Lalu, akurat menggambarkan kebenaran daftar pemilih secara jumlah dan akurasi elemen, serta dapat dipertanggungjawabkan. Setidaknya, Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB) menyasar tiga hal. Yakni menambah pemilih baru yang belum terdaftar dalam daftar pemilih, mencoret pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemilih, dan memperbarui elemen data pemilih secara berkelanjutan.

Penulis berkeyakinan, pilihan kebijakan DPB adalah suatu keniscayaan memperkuat partisisipasi masyarakat Indonesia secara sukarela dalam setiap agenda pemerintahan, dan dalam setiap proses politik secara langsung dan tidak langsung. Selain itu, untuk menghadirkan data pemilih yang komprehensif, akurat dan mutakhir, dan menjamin penyelenggaran pemilu berikutnya yang berintegritas. Substansi dalam setiap penyusunan daftar pemilih adalah berkenaan dengan pemenuhan hak konstitusional, hak yang melekat pada setiap warga negara dewasa yang tidak boleh dinegasikan dengan argumentasi apapun.

Pemutakhiran daftar pemilih menggunakan sistem continuous list, semenjak dimulai tahun 2020, dilaksanakan setiap bulannya oleh KPU kabupaten/kota, tiap 3 bulan oleh KPU provinsi, dan 6 bulan sekali di tingkat KPU RI. Meski demikian, PDPB memiliki segudang problem yang unik di lapangan. Penulis mencoba menggambar problematika PDPB yang terjadi berdasarkan pengalaman, meski pelaksanaannya sudah diatur PKPU 6 Tahun 2021 tentang PDPB.

Problematika PDPB yang pertama, yaitu menyangkut pemilih yang merupakan subjek yang sangat dinamis. Setiap saat, pemilih ada yang lahir dan meninggal dunia. Lalu karena alih status sipil ke TNI/Polri dan sebaliknya. Pindah domisili, dan memasuki usia dewasa politik setelah berumur 17 tahun atau sudah menikah. Dan potensi perubahan elemen data karena satu dan lain hal.

Kedua, sumber  data  yang tidak tunggal. Setidaknya, ada 5 sumber data yang  harus disinkronkan dan dimutakhirkan oleh KPU. Yakni DPT pemilu atau pemilihan terakhir, data hasil konsolidasi Dirjen Dukcapil setiap 6 bulan sekali, data dari kementerian atau lembaga lainnnya yang diperoleh melalui Forum Koordinasi PDPB, data pemilih dari formulir daftar pemilih tambahan yang berada dalam kotak suara tersegel hasil pemilu atau pemilihan terakhir, ditambah dengan data masukan dan tanggapan masyarakat.

Ketiga, partisipasi publik yang masih relatif rendah. Misalnya partisipasi publik dalam bentuk kesadaran tertib administrasi kependudukan, seperti pembuatan akta kelahiran dan kematian, perekaman KTP, administrasi pindah domisili, perubahan elemen data dan sebagainya. Sehingga, update data Dirjen Dukcapil sekali 6 bulan tersebut, mustahil mengakomodir data warga yang tidak tertib administrasi itu. Poin ini yang menjadi penyebab utama ditemukan masalah hampir di setiap tahap pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.

Selanjutnya, partisipasi publik dalam bentuk merespon kebijakan DPB, kesukarelaan warga memberikan tanggapan pemutakhiran data ke KPU relatif rendah. Selain karena belum masifnya sosialisasi yang dilakukan, termasuk persoalan kesadaran memberikankan masukan, meski sudah mengetahui kebijakan tersebut. Lalu bisa karena paritispasi publik dalam bentuk penyediaan perubahan data penduduk oleh kementerian dan lembaga termasuk dari partai politik (parpol), kontribusi memberikan informasi data, masukan, dan koreksi sangat minim, dan Forum Koordinasi PDPB cenderung pasif dan berjalan hambar, tensi forum jauh dari kata “panas”.

Keempat, kondisi elemen data yang tidak lengkap. Hal ini dikarenakan data respon dari lembaga lainnnya yang diberikan kepada KPU kabupaten/kota melalui Forum Koordinasi PDPB atau masukan dan tanggapan masyarakat, elemen datanya cendrung tidak lengkap atau data dukung tidak memadai, sehingga sulit untuk dimutakhirkan. Di dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2021 tentang PDPB, setidaknya daftar pemilih memuat elemen data NIK, Nomor KK, Nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, RT, RW, dan jenis disabilitas.

Sementara secara etika dan hukum, KPU kabupaten/kota dapat merespon partisipasi publik tersebut dengan maksimal, yang pada akhirnya melakukan berbagai upaya. Selain pelacakan melalui koordinasi dengan berbagai pihak pemberi data, Dinas Dukcapil dan bahkan tidak tertutup kemungkinan dengan cara verifikasi faktual langsung ke alamat domisili warga, agar dapat diidentifikasi. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang tidak kecil dan SDM.

Kelima, belum ada sumber data lain bagi KPU kabupaten/kota dalam melakukan pembaruan data setiap bulannya, serta metode apa yang digunakan untuk mendapatkannya. Mekanisme kerja PDPB yang digambarkan dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2021 tentang PDPB, terkesan KPU lebih pasif dibanding dengan PDPB dengan sistem continuous list.

Data penduduk yang sangat dinamis, memiliki potensi MS dan TMS, Pemilih Baru atau perubahan elemen data pemilih. PDPB tidak menggunakan nomenklatur adhoc dan coklit dalam regulasinya, sementara pemerintah hanya memberikan data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap enam bulan kepada KPU sebagai bahan pemutakhiran data pemilih dan giat pemutakhiran dilaksanaka setiap bulan oleh KPU kabupaten/kota.

Di sisi lain, pihak Disdukcapil kabupaten/kota belum memberikan akses perubahan data harian kepada KPU kabupaten/kota mengingat regulasi yang mengatur terkait kewenangan, akses dan perlindungan data kependudukan sebagaimana dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminduk.

Keenam, keterbatasan anggaran dan SDM, anggaran yang mampu membiayai ruang lingkup kegiatan PDPB yang wajib dilakukan oleh KPU kabupaten/kota. Baik kegiatan yang secara eksplisit disebutkan dalam Peraturan KPU, maupun kegiatan yang secara otomatis muncul sebagai konsekuensi dari PDPB. Termasuk SDM yang mendukung keberhasilan Giat PDPB.

Dalam kondisi tertentu, Dimungkinkan adanya upaya verifikasi faktual terhadap data pemilih hasil masukan dan tanggapan masyarakat, hasil koordinasi atau saran perbaikan Bawaslu, parpol dan pihak terkait lainnya, maupun berdasarkan hasil pencermatan sendiri, yang memiliki konsekwensi pemutakhiran terhadap data pemilih, dan SDM yang mumpuni tentu menjadi urgent dibutuhkan.

Kiranya, penulis berpendapat bahwa pilihan menjaga dan memelihara data pemilih melalui agenda PDPB perlu dibarengi dengan ikhtiar yang ideal dalam mendefinisikan dan mengimplementasikan PDPB, serta metode-metode yang digunakan secara berkemajuan. Hal ini untuk meneguhkan keberlangsungan DPB, sehingga memperoleh data yang muktahir, akurat, dan komprehensif. Agenda ini pun tidak dianggap sebagai upaya yang biasa-biasa saja. Penyempurnaan data pemilih adalah salah satu upaya perbaikan demokratisasi melalui pemilu. KPU tidak dapat bekerja sendiri, perlu ada upaya optimal dari berbagai pihak.

Peluangnya adalah melalui implementasi visi Indonesia menuju 2045, yakni terwujudnya negara yang demokratis, kuat dan bersih, berupa kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) yang dicanangkan oleh presiden melalui perpres 39 Tahun 2019 tentang SDI. Melalui Forum Satu Data Indonesia, KPU dapat mendorong terobosan hukum atau kebijakan yang mampu memayungi berbagai lembaga dan kementerian. Salah satunya menyangkut output  kewenangannya terkait data kependudukan atau berimplikasi terhadap perubahan elemen data penduduk, dengan prinsip saling menghormati tugas dan fungsi masing-masing dan tetap mengedepan perlindungan data pribadi.

Terobosan kebijakan Satu Data Pemilu yang terintegrasi antar lembaga dan kementerian tersebut, mutakhir secara realtime, berbagai lembaga dan kementerian dapat mengelola metadata kependudukan secara interoperabilitas, fakta bahwa semua lembaga dan kementerian sudah menggunakan system elektronik dan saling berinteraksi menggunakan IT.

Seperti Kemendagri, KemenLU, Kemenag, KemenKumHAM, KemenPUPR, KemenKes, TNI, Polri, BPBN dan Satgas Covid-19, termasuk kementerian dan lembaga lainnnya dapat berbagi pakai data kependudukan dan terintegrasi secara realtime. Sebagai contoh imajiner, ketika kementerian agama mencatat adanya warga yang menikah, atau ketika seorang warga menjadi anggota TNI /Polri dan pengadilan memutuskan pencabutan hak politik seorang terdakwa, secara realtime berubah elemen data warga-warga tersebut di Kemendagri, dan Sidalih KPU mampu mengakomodir dengan cara men-TMS-kan atau menkonfirmasi notifikasi perubahan dan penambahan data pemilih dimaksud dengan kerangka regulasi yang dimiliki.

Ideal berikutnya, kebijakan DPB mesti disosialisasikan secara luas. Sama dengan sosialisasi daftar pemilih ketika hendak pemilu, seperti sosialisasi coklit, GMHP dan penempelan DPS atau DPT disetiap TPS dan kegiatan lainnnya. PDPB meski diperlakukan sama dalam bentuk sosialisasi dan anggaran. Radikalnya, bahkan setiap rumah warga, layar smartphone, televisi dan media berjaringan warga, terpajang ajakan tertib administrasi kependudukan dan ajakan memberikan masukan dan tanggapan terhadap perubahan data kependudukannya kepada KPU.

Selain membuka akses partisipasi seluas-luasnya terhadap masyarakat melalui berbagai layanan mudah yang direspon dengan cepat, pilihan dalam bentuk dorongan parpol kepada konstituennya dalam memberikan tanggapan dan masukan terhadap DPB, termasuk opsi penting, bahkan tidak tertutup kemungkinan menggunakan opsi verifikasi factual menjadi salah satu metode pemutakhiran, tentu aturan teknis KPU dapat mengakomodir pilihan metode-metode diatas pada akhirnya.

Agaknya kita optimis, hadirnya daftar pemilih yang komprehensif, akurat dan mutakhir pada pemilu berikutnya, bukanlah sebuah ilusi, dan penyelenggaran pemilu dan pemilihan yang berintegritas, luber dan jurdil adalah suatu kepastian ikhtiar. Semoga saja. (***)


Atikel opini ini ditulis oleh Ory Sativa Syakban (Anggota KPU Kabupaten Padang Pariaman, Divisi Teknis Penyelenggaraan)


Baca ragam Artikel dan Opini hari ini di Datiak.com.

Hasnul Uncu
Penulis