Minggu, 2 April 2023

Datiak.com

Berita Terbaru Hari Ini dan Informasi Terkini

Harta Pusaka Tinggi di Minangkabau Tergadai karena 4 Hal Ini

Istano Pagaruyuang yang menjadi simbol rumah gadang warisan terbesar masyarakat di Minangkabau. (Realyusra/Pixabay)
541 pembaca

Harta pusaka tinggi di Minangkabau sebagai harta punya persukuan. Harta itu di turunkan secara turun-temurun antar angkatan sesuai garis turunan wanita (ibu). lalu, bagaimana dengan harta pusaka rendah di Minangkabau?

Di Minangkabau, secara general warisan terklasifikasi dalam dua bentuk. Yakni sako dan pusako. Warisan ini diturunkan ke angkatan selanjutnya yang dipandang memiliki hak secara ketentuan adat Minangkabau.

Sako sebagai warisan non harta. Bentuknya berupa gelar adat. Gelar itu sebagai kebanggaan dan keunikan yang menempel pada masyarakat di Minangkabau. Gelar adat itu umumnya digunakan oleh penghulunya. Dan gelar adat di Minang, turun-temurun ke kemenakan yang laki-laki (anak dari adik atau kakak perempuan).

Pusako sebagai harta warisan fisik, berbentuk tanah. Harta ini terdiri atas dua bentuk. Yakni harta pusaka tinggi dan rendah.

1. Harta Pusaka Tinggi di Minangkabau

Harta pusaka tinggi di Minangkabau sebagai harta yang turun-temurun diturunkan lewat garis turunan ibu. Harta berbentuk tanah (sawah, kebun, pandam pakuburan, dan lain-lain). Ini umumnya didapat dengan membuka tempat berdasarkan kesepakatan pembagian dalam kaum, dan menanamkan tiang pacang sebagai batasan.

Warisan ini kemudaian dijaga secara turun-temurun, digunakan oleh keluarga satu suku. Status tanahnya dominan tidak terdaftar dengan secara resmi (sebagaimana administrasi pemerintahan). Hal itu lantaran kepemilikannya secara golongan atau kaum, bukan individu. Sehingga, membuat harta pusaka tinggi tidak dapat dijual.

Makanya, sangat jarang harta pusaka tinggi di Minangkabau dijual. Kebanyakan, harta itu hanya dipagang-gadaikan (digadaikan). Proses menggadaikan itupun harus dimusyawarahkan, serta disepakati ninik mamak kaumnya.

Sejak dahulu, di Minangkabau dikenal empat penyebab yang dimaklumi dipagang-gadaikannya harta pusaka tinggi. Yakni gadih gadang alun balaki, rumah gadang katirisan, mayik tabujua di tangah rumah, dan mambangkik batang tarandam.

  • Gadih Gadang Alun Balaki

Dalam strata kehidupan matrilineal wanita memiliki peran yang perlu untuk tumbuh berkembang satu golongan. Karena mewati garis turunannyalah gelar sako dan pusako diturunkan.

Maka dari itu, pada kondisi menekan, terdapat wanita di Minangkabau yang telah masuk umur pernikahan tetapi terhalang finansial, harta pusaka tinggi bisa dipagang-gadaikan.

  • Rumah Gadang Katirisan

Wanita ialah limpapeh rumah gadang. Bundo kanduang sebagai lambang sebagai tempat mengadu keluarga. Oleh sebab itu, dia harus punyai tempat bernaung yang pantas untuk dapat memayungi kehidupan anak-anak dan keluarganya.

Rumah gadang harus tetap kuat berdiri. Sebagai tempat pulang, untuk tempat bernaung. Saat rumah gadang tiris (bocor) bahkan mengalami kerusakan berat lainnya, sementara keadaan yang sedang dalam kesulitan, harta pusaka tinggi bisa dipagang-gadaikan untuk memperbaikinya.

  • Mayik Tabujua di Tangah Rumah

Kematian sebagai hal yang tidak dapat diduga. Kehadirannya tidak dapat dihindari. Jadi, pada keadaan genting atau ada kematian pada sebuah rumah, sedangkan keluarga pada kondisi tidak punyai pegangan (uang atau harta yang dapat dijual) guna penyelenggaraan mayat dengan pantas, harta pusaka tinggi menjadi pilihan terakhir untuk dipagang-gadaikan.

  • Mambangkik Batang Tarandam

Mambangkik batang tarandam ialah istilah Minangkabau untuk menggunakankan (memasangkan) kembali sako (gelar tradisi) yang sempat diletakkan (karena penghulu/datuak meninggal).

Dalam keadaan tertentu, sako memang bisa disimpan (dilipek) karena tidak ada anak kemenakan yang cocok/pantas untuk memiliki gelar kebesaran itu. Mungkin juga karena tidak ada atau umurnya kemenakan belum cukup dewasa.

Untuk melangsungkan acara tradisi menggunakankan gelar ini, tentu saja benar-benar perlu pembiayaan yang cukup besar. Makanya, dengan persetujuan golongan/kaum, harta pusaka tinggi bisa dipagang-gadaikan untuk memenuhi keperluan helatannya.

2. Harta Pusaka Rendah di Minangkabau

Bila di Minangkabau harta pusaka tinggi diturunkan lewat garis turunan ibu, lantas bagaimana dengan anak lelaki? Darimanakah dia memperoleh harta warisan?

Harta pencarian keluarga (ayah) atau yang selanjutnya digolongkan sebagai harta pusaka rendah di Minangkabau. Harta ini hanya kembali untuk keluarga kecil si pria Minang tersebut, yakni untuk istri, anak wanita ataupun anak lelakinya.

Pembagian harta warisan ini selanjutnya sesuai ketentuan warisan yang berjalan dalam agama Islam. Keluarga golongan, serta kemenakan dari ayah (yang wafat) tidak memiliki hak untuk ikut dalam pembagian harta itu.

Demikianlah seddikit penjelasan terkait harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah di Minangkabau. Semoga bisa menjadi referensi Anda. (da.)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *